Sabtu, 14 Mei 2011

IDENTIFIKASI PENYEBAB MARAKNYA ANAK JALANAN DAN SOLUSI PENANGANANNYA DI KOTA MAKASSAR

IDENTIFIKASI PENYEBAB MARAKNYA ANAK JALANAN DAN SOLUSI PENANGANANNYA DI KOTA MAKASSAR


Husniah*)

Dosen Sosiologi Universitas Sawerigading Makassar

BTN Mangga Tiga Blok C 15 / 16 Daya, Makassar     


ABSTRAK

Permasalahan anak jalanan merupakan masalah yang tidak henti-hentinya disoroti sebagai permasalahan yang tak ada ujung pangkalnya, dikarenakan permasalahan anak jalanan sangat komplek sehingga menuntut penanganan yang cermat, serius, terfokus dan kontinue. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi penyebab maraknya anak jalanan dan menemukan solusi penanganan anak jalanan di kota Makassar dan manfaatnya dapat digunakan sebagai masukan terhadap instansi terkait dalam menangani pembinaan anak jalanan. Penelitian dilaksanakan di kecamatan Panakukang, Bontoala, Mariso, dan Ujung Pandang selama 6 (enam) bulan. Populasi meliputi 4 (empat) kecamatan yang mewakili Kota Makassar, dimana setiap kecamatan dilakukan pengambilan sampel secara acak sebanyak 25 responden. Hasil penelitian bahwa berubahnya anak-anak dalam RT menjadi anak jalanan di kota Makassar dikarenakan sebagian besar orang tuanya tidak mampu lagi untuk membiayai kebutuhan sekolahnya dan sebagian lagi karena anak-anak diarahkan oleh seorang calo.  Penyebab utama anak jalanan marak turun di jalan yaitu ketidakharmonisan anggota keluarga (47,0%) dan terhimpitnya kondisi ekonomi (25,0%). Ternyata 85,0% anak jalanan mau berhenti dari profesinya jika disediakan lapangan pekerjaan, diberikan modal, ingin melanjutkan sekolah, dan mengikuti kursus atau pelatihan.



Key word : anak jalanan, solusi penanganan anak jalanan.



PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sejak krisis ekonomi terasa semakin komplek memburuknya situasi perekomonian nasional yang berkepanjangan dengan cepat mulai menyentuh lapisan masyarakat paling bawah, termasuk di wilayah Makassar.  Permasalahan ini bukan saja menyebabkan berbagai kegiatan ekonomi masyarakat mengalami kemunduran berupa terganggunya produksi distribusi dan konsumsi, tetapi juga melahirkan penurunan daya beli masyarakat dan bahkan daya tahan penduduk dalam memenuhi kebutuhan hidup yang makin melambung (Suyanto, 2002). Terpuruknya perekonomian berakibat lebih jauh terhadap banyaknya anak yang mencari kegiatan agar dapat menghasilkan uang untuk membantu ekonomi orangtuanya dengan turun kejalan dan banyak di antara mereka terpaksa meninggalkan sekolah guna mencari nafkah di jalan. Sehingga jumlah anak jalanan di kota-kota besar menunjukkan peningkatan yang cukup tajam.  Hal ini ditunjukkan  data secara nasional dari Badan Kesejahteraan Sosial Nasional (BKSN, 2000) bahwa peningkatan anak jalanan sebelum krisis 15% dan angka itu meningkat hingga 100% dalam masa krisis, selain itu terungkap berbagai perlakuan eksploitasi dan perlakuan salah terhadap anak jalanan diantaranya adalah: 1) penanganan yang cenderung represif dari Pemda yang lebih demi kepentingan kebersihan kota; 2) melakukan pelecehan seksual dari orang dewasa terhadap anak; dan 3) adanya penculikan anak jalanan untuk dipekerjakan untuk eksploitasi ekonomi dan eksploitasi seksual.

Terdapat 4 (empat) kelompok penyebab pokok anak-anak menjadi anak jalanan yaitu : 1) kesulitan ekonomi keluarga yang menempatkan seorang anak harus membantu keluarganya mencari uang dengan kegiatan-kegiatan dijalan;                          2) ketidakharmonisan rumah tangga atau keluarga, baik hubungan antara bapak dan ibu, maupun orang tua dengan anak; 3) suasana lingkungan yang kurang mendukung untuk anak-anak menikmati kehidupan masa kanak-kanaknya termasuk suasana perselingkungan yang kadang-kadang dianggap mereka sangat monoton dan membelenggu hidupnya; dan 4) rayuan kenikmatan kebebasan mengatur hidup sendiri dan menikmati kehidupan lainnya yang diharapkan diperoleh sebagai anak jalanan (Sanituti, 1999).

Permasalahan anak jalanan saat ini tidak henti-hentinya disoroti sebagai permasalahan yang tak ada ujung pangkalnya bagaikan lingkaran setan yang tak kunjung habisnya. Ada apa dan kenapa, apakah pembinaan yang selama ini diterapkan tidak sesuai atau karena hal lain? faktor inilah yang membuat penulis tertarik dan ingin turut memberikan sumbangan pemikiran dalam mengidentifikasi penyebab maraknya anak jalanan serta upaya mencari solusi pembinaan yang sesuai dengan harapan dan kebutuhan anak jalanan di kota Makassar karena jika permasalahan ini tidak segera diatasi maka kondisi anak jalanan itu sendiri akan semakin gawat, kemungkinan besar menghadapi kematian dini selalu ada dan sekalipun bisa bertahan hidup maka masa depan mereka teramat suram. Selain itu sangat mungkin kelak setelah dewasa mereka akan menjadi warga masyarakat yang menyusahkan orang lain atau dapat dikatakan melahirkan generasi yang semakin terpuruk. Oleh karena itu, kompleksnya permasalahan anak jalanan sehingga menuntut penanganan yang cermat, serius, terfokus, dan kontinyu.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi penyebab maraknya anak jalanan dan menemukan solusi penanganan anak jalanan di kota Makassar.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi atau masukan terhadap instansi terkait dalam hal ini Dinas Sosial dalam menangani pembinaan anak jalanan  di Kota Makassar.

METODOLOGI PENELITIAN






Lokasi dan Waktu Penelitian
            Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kota Makassar (Gambar 1). Lokasi penelitian meliputi 4 (empat) kecamatan di kota Makassar yaitu kecamatan Panakukang, Makassar, Bontoala, dan Ujung Pandang. Keempat Kecamatan tersebut merupakan basis atau daerah anak jalanan yang paling banyak dijumpai. Kegiatan penelitian dilaksanakan selama 6 (bulan) bulan yaitu terhitung bulan Maret – Agustus 2010.
Gambar 1. Lokasi penelitian : Kecamatan Panakukang (No. 4), Kec. Makassar   (No.8), Kec. Bontoala (No. 9), dan Kec. Ujung Pandang (No. 12).

Tipe dan Dasar Penelitian

Penelitian dilakukan langsung di lapangan dengan menggunakan pendekatan kualitatif.  Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif. Sasaran atau obyek penelitian dibatasi agar data-data yang diambil dapat digali sebanyak mungkin serta penelitian ini tidak dimungkinkan adanya pelebaran obyek penelitian. Penelitian ini akan dijabarkan kondisi konkrit dari obyek penelitian, menghubungkan satu variabel atau kondisi dengan variabel atau kondisi lainnya dan selanjutnya akan dihasilkan deskripsi tentang obyek penelitian.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak jalanan sekota Makassar di 14 Kecamatan, dalam penelitian ini hanya 4 (empat) kecamatan sebagai sampel penelitian. Keempat kecamatan tersebut dinilai bahwa paling banyak anak jalanan melakukan aktifitas setiap hari. Keempat kecamatan tersebut dipilih responden masing-masing sebanyak 25 orang anak jalanan untuk mewakili  kondisi yang sebenarnya di lapangan. Jadi jumlah sampel yang diambil sebanyak 100 responden pada 4 (empat) kecamatan. Pengambilan responden dilakukan secara acak (random sampling) dan responden diambil diberbagai tempat seperti perapatan lampu merah, di jalanan, di pasar, dan di tempat-tempat keramaian.  Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer berupa usia, tingkat pendidikan, kondisi keluarga, aktivitas anak jalanan. Data sekunder berupa data statistik dari instansi terkait, data dari keluarga anak jalanan, sahabat, dan masyarakat sekitar. Sampel (responden) diambil dengan maksud tidak mesti menjadi wakil dari seluruh populasi, tetapi sampel memiliki pengetahuan yang cukup serta mampu menjelaskan keadaan sebenarnya tentang obyek penelitian.

Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah wawancara langsung terhadap responden untuk mendapatkan informasi secara lisan dengan tujuan memperoleh data yang dapat menjelaskan ataupun menjawab suatu permasalahan penelitian. Wawancara menggunakan instrumen yang telah disusun sebelumnya.

Analisa Data

Pengolahan dan analisis data pada penelitian kualitatif ini dilakukan pada saat dilapangan dan juga setelah peneliti meninggalkan lapangan penelitian. Data yang dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan program Microsoft Excell 2007.



HASIL DAN PEMBAHASAN



Potret Anak Jalanan di Kota Makassar

            Hasil penelitian menunjukkan bahwa ternyata anak jalanan di Kota Makassar berprofesi sebagai : peminta-minta (38,0%), penjual Koran (14,0%), calo kendaraan (13,0%), penyewa payung (12,0%), pengamen (11,0%), pemulung (6,0%), penyemir sepatu (4,0%), dan mencuci kendaraan (2,0%). Hal tersebut terlihat setelah masa krisis, jumlah anak jalanan ditengarai meningkat, tapi tak seorangpun pernah mengemukakan dugaan tentang besarannya. Yang jelas, fenomena anak jalanan setelah masa krisis sangat nyata bisa dilihat di kota-kota besar maupun kota-kota kecil. Daerah-daerah di perkotaan yang semula bersih dari anak jalanan, setelah krisis tiba-tiba dipenuhi oleh anak jalanan: peminta-minta, jual koran, pengamen, lap-mobil, dagang asongan, dan seterusnya.

Tingkatan umur anak jalanan di kota Makassar menunjukkan bahwa paling banyak berumur antara 9 – 14 tahun (45,0%), berumur antara 5 – 8 tahun (34,0%), berumur di atas 15 tahun (12,5%), dan responden yang berumur di bawah umur 4 tahun (8,5%).          Sementara tingkat pendidikan sebagian besar  40,0% tidak menyelesaikan pendidikannya di tingkat Sekolah Dasar (SD) bahkan tidak pernah mengenyam pendidikan sama sekali sebesar 37,0%, tamat Sekolah Dasar hanya 6,0% , tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) masing-masing 2,0% dan 1,0%. Hal ini sepadan dengan rendahnya tingkat pendidikan anak jalanan di Sumatera Barat, dimana harian media Indonesia memuat bahwa sedikitnya 87.878 anak-anak berusia 7 – 19 tahun di Sumatera Barat (SUM-BAR) tidak bersekolah, hal ini disebabkan faktor ekonomi keluarga di samping minat anak yang sangat rendah untuk mengenyam pendidikan. Menurut Karim Mahdi (Kepala BKKBN) Provinsi Sumatera Barat dengan melihat kondisi seperti itu sangat berdampak dimasa depan yang akan timbul generasi mendatang yang tidak berkualitas. Lebih lanjut dikatakan bahwa Untuk mengatasi minimnya pendidikan dikalangan generasi muda di Sumatera Barat membuat program pendidikan non formal (Anonim, 2002). Namun terkadang timbul animo masyarakat bahwa anak jalanan tidak mampu mengenyam pendidikan yang tinggi. Hal ini bertentangan dengan kenyataan di lapangan karena ternyata dengan kemauan yang tinggi, walaupun seorang pengamen mampu menempuh pendidikan yang lebih tinggi bila hal itu ditekuni dan lebih serius. Seperti yang dimuat di koran bahwa ternyata ada 2 (dua) anak yang hanya berjualan koran dan mengasong diterima di Universitas Indonesia (Mustofa, 2009).

Aktifitas anak jalanan di kota Makassar dimulai pada jam 8.00 pagi (40,0%), jam 11.00 pagi (27,0%), pada jam 15.00 sore (9,0%), pada jam 19.00 (18,0%), sedangkan pada jam 21.00 malam (6,0%). Besarnya prosentase anak jalanan yang beraktifitas pada pagi hari disebabkan karena sebagian anak jalanan lebih banyak yang tidak bersekolah sehingga mereka lebih banyak melakukan aktifitas di pagi hari dibanding yang beraktifitas pada sore hari dan malam hari. Begitupula dengan waktu yang dibutuhkan anak jalanan berada di jalan untuk melakukan aktivitas yaitu bervariasi yaitu 4 – 5 jam (59%),  6 – 8 jam (24,0%), dan 2 – 3 jam (15,0%), sedangkan yang menggunakan waktu di atas 10 jam hanya 2,0%.

Pada kenyataanya bahwa ternyata anak jalanan dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu kelompok anak jalanan memang hidupnya sudah berada di jalan dan kelompok anak jalanan yang hidupnya bekerja di jalanan. Kelompok anak yang rentan menjadi anak jalanan lebih aman karena mereka hanya beberapa jam di jalanan, masih tinggal dengan orang tua dan masih sekolah. Ancaman mereka adalah pengaruh teman yang kuat yang bisa menyeret mereka lebih lama di jalan, meninggalkan rumah dan sekolah, dan memilih berkeliaran di jalan karena lebih banyak memberikan kebebasan dan kesenangan. Daya tarik ini dirasakan semakin kuat apabila di rumah hubungan dengan orang tua kurang harmonis, orang tua yang bekerja dari pagi sampai malam sehingga anak tidak terawasi, atau unsur eksploitasi dimana anak harus memberikan penghasilannya kepada orang tua, yang jika tidak maka akan menerima hukuman fisik.

Anak jalanan di Kota Makassar umumnya berkelompok dan tempat tinggalnya berada pada lokasi-lokasi tertentu yaitu berada pada lokasi yaitu tinggal di daerah kumuh sebesar 39,0%, yang tempat tinggalnya di tengah-tengah perkotaan sebesar 22,0%, sementara yang berada di wilayah perumahan sebesar 8,0%, dan tinggal di sekitar daerah kawasan tol  sebanyak 16,0%, sedangkan yang tinggal di kampung sebanyaak 15,0%. Ada kemungkinan karena lokasi tempat tinggal akan lebih banyak mempengaruhi sehingga anak-anak turun di jalan menjadi anak jalanan. Sudrajat (2008) mengemukakan bahwa terdapat 3 (tiga) kelompok anak jalanan yaitu:  1) anak-anak yang hidup di jalanan; 2) anak-anak yang bekerja di jalanan; 3) anak-anak yang rentan menjadi anak jalanan, namun setiap kelompok tersebut mempunyai karakteristik masing-masing, seperti pada tabel 1 berikut :



Tabel 1. Perbedaan Karaktersitik Anak Jalanan

Faktor  Pembeda
Hidup Di jalanan
Bekerja Di jalanan
Rentan   Menjadi Anak Jalanan
Lama di jalanan
24 jam
7-12 jam
4-6 jam
Hubungan    dengan keluarga
Putus   Hubungan

Tidak teratur pulang ke rumah
Masih tinggal 
dengan orang tua
Tempat tinggal
Di jalanan
Mengontrak   (bersama-sama)
Bersama keluarga
Pendidikan
Tidak sekolah
Tidak sekolah
Masih sekolah

Sumber : Sudrajat, 2008.



Lain halnya dengan tempat tinggal anak jalanan setelah pulang dari melakukan aktifitasnya untuk beristirahat yaitu sebagian besar para anak jalanan kembali kerumah orang tuanya (39,0%), yang tinggal di rumah kontrakan para calonya untuk istirahat (27,0%), sementara yang hanya tidur di jalanan atau emperan took sebesar 15,0%, sedangkan tinggal di rumah sanak keluarga dan rumah teman sesama anak jalanan yaitu masing-masing  12,0% dan 7,0%. Hal senada yang diungkapkan oleh Mangkoesapoetra (2005) bahwa sebagian anak jalanan ada yang tinggal di kota setempat, di kota lain terdekat, atau di propinsi lain. Ada anak jalanan yang ibunya tinggal di kota yang berbeda dengan tempat tinggal ayahnya karena pekerjaan, menikah lagi, atau cerai. Ada anak jalan yang masih tinggal bersama keluarga, ada yang tinggal terpisah tetapi masih sering pulang ke tempat keluarga, ada yang sama sekali tak pernah tinggal bersama keluarganya atau bahkan ada anak yang tak mengenal keluarganya. Sementara Ishaq (2000) mengklasifikasikan 3 (tiga) ketegori kegiatan anak jalanan, yakni : (1) mencari kepuasan; (2) mengais nafkah; dan (3) tindakan asusila. Kegiatan anak jalanan itu erat kaitannya dengan tempat mereka mangkal sehari-hari, yakni di alun-alun, bioskop, jalan raya, simpang jalan, stasiun kereta api, terminal, pasar, pertokoan, dan mall.



Kondisi Keluarga Anak Jalanan  di Kota Makassar

Frekuensi anak jalanan untuk bertemu kedua orang tuanya yaitu 38,0%  anak jalanan tidak pernah sama sekali bertemu dengan orang tuanya, yang selalu bertemu dengan orang tuanya sebanyak 45,0%, sementara anak jalanan yang bertemu ornag tuanya hanya sekali setahun yaitu sebanyak 12,0%, dan yang bertemu 2 tahun sekali dan 3 tahun sekali masing-masing sebanyak 4,0% dan 1,0%. Minimnya frekuensi anak jalanan bertemu dengan orang tuanya disebabkan karena sebagian besar anak jalanan adalah warga pendatang di Kota Makassar. Bahkan yang memprihatinkan lagi karena 38,0% anak jalanan tidak pernah bertemu dengan orang tuanya, hal ini dikarenakan sebagian besar orang tua menelantarkan anaknya.

 Karena tidak semua anak jalanan adalah warga Kota Makassar, sebagian dari luar kota masuk ke kota menekuni profesi sebagai anak jalanan. Namun ada waktu-waktu tertentu dia akan kembali tempat tinggalnya atau rumah orang tuanya, dimana anak jalanan yang pulang setiap hari yaitu sebesar 37,0%, yang pulang seminggu sekali sebesar 19,0%, sementara yang pulang sebulan sekali yaitu sebesar 12,0%, dan pulan pada saat hari raya besar sebesar 32,0%.

Penyebab Maraknya Anak Jalanan

            Penyebab maraknya anak jalanan tidak terlepas dari kondisi ekonomi keluarga itu sendiri. Menilik dari pekerjaan orang tua anak jalanan di Kota Makassar, terlihat bahwa profesi orang tua anak jalanan yaitu ditunjukkan bahwa ternyata 37,0% orang tuanya berprofesi sebagai pemulung, 32,0% sebagai tukang becak, 13,0% sebagai tukang batu, 8,0% yang orang tuanya tidak bekerja sama sekali, sedangkan yang beekerja sebagai pengamen dan peloper koran yaitu masing-masing 7,0% dan 3,0% (Gambar 2).

Gambar 2. Prosentase profesi/pekerjaan orang tua anak jalanan di Kota Makassar

Berkaitan dengan anak jalanan, umumnya mereka berasal dari keluarga yang pekerjaannya berat dan ekonominya lemah. Anak jalanan tumbuh dan berkembang dengan latar kehidupan jalanan dan akrab dengan kemiskinan, penganiayaan, dan hilangnya kasih sayang, sehingga memberatkan jiwa dan membuatnya berperilaku negatif (Mangkoesapoetra, 2005). Melihat profesi atau pekerjaan orang tua para anak jalanan, hal ini mengindikasikan bahwa anak jalanan tersebut terkendala dalam berbagai hal terutama bagi anak jalanan yang masih menempuh pendidikan atau mengenyam pendidikan, karena banyak biaya yang harus dipenuhi. Dengan kondisi demikian para anak-anak mengambil inisiatif untuk mencari sendiri untuk pemenuhan kebutuhannya sendiri, selain itu karena kondisi ekonomi orang tua yang terhimpit sehingga sebagian para orang tua menyuruh anaknya untuk mencari uang menjadi anak jalanan demi pemenuhan kebutuhan keluarganya. Seperti hasil penelitian menunjukkan bahwa ternyata anak jalanan di kota Makassar sebagian besar penghasilannya  diperuntukkan untuk biaya sehari-hari (45,0%), untuk keperluan biaya sekolahnya sendiri yaitu 28,0%, untuk membantu pemenuhan kebutuhan orang tuanya sebesar 25,0%, sedangkan anak jalanan yang menabung atau menyisihkan sebagian penghasilannya hanya 2,0%.

Sementara anak jalanan di Kota Makassar melakukan aktifitas/kegiatan di jalanan atau tempat lainnya disebabkan karena dorongan dari beberapa faktor lainnya seperti : dorongan orang tua, dorongan teman, dorongan oleh para calo, dan dorongan atas kemauan sendiri. Berdasarkan hasil responden menunjukkan bahwa  penyebab anak-anak dalam rumah tangga berubah menjadi profesi anak jalanan diakibatkan karena sebagian besar orang tuanya tidak mampu lagi untuk membiayai kebutuhan sekolahnya (35,0%), sebagian lagi karena anak-anak diarahkan oleh seorang calo yang mengkoordinir mereka (26,0%), sementara sebagian juga orang tuanya menyuruh anaknya untuk mencari uang untuk membantu kebutuhan keluarganya (15,0%),  yang disebabkan karena kemauan sendiri (16,0%), dan yang ikut-ikut sesama anak jalanan untuk mengikuti profesi tersebut yaitu 8,0%. Selain faktor tersebut, faktor ketidakharmonisan anggota keluarga penyebab anak-anak dalam rumah tangga akan turun ke jalan sebagai anak jalanan sebesar 47,0%, akibat terhimpitnya kondisi ekonomi sebesar 25,0%, sementara anak terpengaruh akibat kondisi lingkungan disekitarnya yaitu sebesar 23,0%, dan hanya 5,0% anak menjadi anak jalanan akibat pergaulan bebas.

Upaya Pemberdayaan Anak Jalanan

Upaya pemerintah kota dalam mengatasi anak jalanan di Kota Makassar harus berhadapan dengan lingkungan masyarakat dengan berbagai unsur penopangnya. Dukungan peraturan perundang-undangan serta kebijakan penanggulangan maupun pemberdayaan yang dilaksanakan oleh pemerintah kota masih harus disinergikan dengan kondisi sosial kemasyarakatan di daerah ini. Berbagai faktor yang selama ini dianggap sebagai persoalan klasik yang memunculkan anak jalanan memerlukan perhatian serius sehingga efektifitas dari kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah kota dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

Ishaq (2000) mengemukakan bahwa upaya pemberdayaan kepada anak-anak jalanan seyogyanya terus digalakkan melalui berbagai penyelenggaraan program pendidikan luar sekolah (misalnya : Kejar Paket A, Kejar Paket B, Kejar Usaha, bimbingan belajar dan ujian persamaan, pendidikan watak dan agama, pelatihan olahraga dan bermain, sinauwisata, pelatihan seni dan kreativitas, kampanye, forum berbagi rasa, dan pelatihan taruna mandiri). Setelah dilakukan survei dengan wawancara dan menggunakan bantuan quisioner terhadap 100 anak jalanan di Kota Makassar, ternyata dari responden anak jalanan tersebut 85,0% anak jalanan mau berhenti berprofesinya saat ini yang ditekuni sebagai anak jalanan, sementara yang tetap mau menggeluti profesinya saat ini yaitu sebesar 10,0%, sedangkan 5,0% responden menjawab tidak tahu.

            Adanya keinginan sebagian besar anak jalanan untuk berhenti menjadi anak jalanan dan berkeinginan untuk merubah profesi yang ditekuni sekarang. Hal ini terlihat keinginan anak jalanan menginginkan beberapa program yang diinginkan atau harapkan dari pemerintah setempat. Hasil penelitian menunjukkan ternyata responden berkeinginan agar disediakan lapangan pekerjaan yaitu sebesar 34,0%, responden yang berkeinginan untuk diberikan modal untuk menjalankan usaha sendiri sebesar 30,0%, sementara yang menjawab untuk tetap ingin melanjutkan sekolah sebesar 28,0%, sedangkan yang berkeinginan untuk mengikuti kursus atau pelatihan untuk menambah keterampilannya terlebih dahulu sebesar 8,0% (Gambar 4).













Gambar 3. Prosentase program yang diinginkan anak jalanan dari pemerintah Kota Makassar

Selain faktor-faktor penyebab anak jalanan yang dikemukakan di atas, lebih lanjut, Jauhar (2008) mengemukakan beberapa faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi upaya pemerintah kota dalam menanggulangi permasalahan anak jalanan diantaranya : 1. Faktor lingkungan sosial. 2. Budaya Masyarakat. 3. Faktor Migrasi. Hal yang terkait dengan dengan lingkungan sosial masyarakat tersebut adalah : a) Anak jalanan yang turun ke jalan karena adanya desakan ekonomi keluarga sehingga justru orang tua yang menyuruh anaknya untuk turun ke jalan guna mencari tambahan ekonomi keluarga; b) Rumah tinggal yang kumuh membuat ketidakbetahan anak berada di rumah sehingga perumahan yang kumuhmenjadi salah satu faktor pendorong untuk anak turun ke jalan; c) Rendahnya pendidikan orang tua menyebabkan mereka tidak mengetahui peran dan fungsi sebagai orang tua dan juga tidak mengetahui hak-hak anak. Sehingga eksploitasi anak bisa saja muncul kapan saja termasuk dengan mengarahkan anak untuk menjadi anak jalanan; d) Peran lembaga sosial kemasyarakatan belum maksimal berperan dalam mendorong partisipasi masyarakat untuk menangani masalah anak jalanan (Jauhar, 2008).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

            Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan :

1.      Hasil penelitian menunjukkan bahwa ternyata anak jalanan di Kota Makassar berprofesi sebagai : peminta-minta (38,0%), penjual Koran (14,0%), calo kendaraan (13,0%), penyewa payung (12,0%), pengamen (11,0%), pemulung (6,0%), penyemir sepatu (4,0%), dan mencuci kendaraan (2,0%).

2.      Anak jalanan di Kota Makassar memang umumnya berkelompok dan tempat tinggalnya berada pada lokasi-lokasi tertentu yaitu berada pada lokasi yaitu tinggal di daerah kumuh, di tengah-tengah perkotaan, di wilayah perumahan, di sekitar daerah kawasan tol, dan tinggal di kampung.

3.      Penyebab anak-anak dalam rumah tangga berubah menjadi profesi anak jalanan diakibatkan karena sebagian besar orang tuanya tidak mampu lagi untuk membiayai kebutuhan sekolahnya (35,0%), sebagian lagi karena anak-anak diarahkan oleh seorang calo yang mengkoordinir mereka (26,0%), orang tuanya menyuruh anaknya untuk mencari uang untuk membantu kebutuhan keluarganya (15,0%),  disebabkan karena kemauan sendiri (16,0%), dan yang ikut-ikut sesama teman yaitu 8,0% .

4.      Faktor ketidakharmonisan anggota keluarga juga menjadi penyebab anak-anak dalam rumah tangga akan turun ke jalan sebagai anak jalanan sebesar 47,0%, akibat terhimpitnya kondisi ekonomi sebesar 25,0%, sementara anak terpengaruh akibat kondisi lingkungan disekitarnya yaitu sebesar 23,0%, dan hanya 5,0% anak menjadi anak jalanan akibat pergaulan bebas

5.      85,0% anak jalanan mau berhenti berprofesinya dan yang tetap menggeluti profesinya sebesar 10,0%.

6.      Anak jalanan berkeinginan agar disediakan lapangan pekerjaan, berkeinginan untuk diberikan modal untuk menjalankan usaha sendiri, tetap ingin melanjutkan sekolah, dan sebgaian berkeinginan untuk mengikuti kursus atau pelatihan untuk menambah keterampilannya.

Saran         

Keberadaan anak jalanan sebagai suatu permasalahan perkotaan perlu untuk mendapatkan perhatian serius dari semua pihak, terutama bagi instansi / dinas pemerintahan yang terkait dalam pengambilan kebijakan mengenai anak jalanan.  

UCAPAN TERIMA KASIH

Kepada Pendidikan Tinggi - Direktorat Jenderal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (DIKTI – DP2M) dan Kopertis Wilayah IX Sulawesi yang telah memberikan bantuan melalui Penelitian Dosen Muda untuk DIPA Kopertis Wilayah IX Makassar Tahun Anggaran 2010.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2002. Anak di Sumbar tidak Bersekolah. Media Indonesia. Klipping Humas Universitas Indonesia.  http://www.ui.ac.id/download/kliping. Diupdate 11 Januari 2010.


BKSN. 2005. Modul Pelatihan Pimpinan Rumah Singgah. Direktorat Kesejahteraan Anak, Keluarga dan Lanjut Usia. Deputi Bidang Peningkatan Kesejahteraan Sosial, Badan Kesejahteraan Sosaial Nasional (BKSN).              Jakarta, 2000.



Ishaq, M. 2000. Pengembangan Model Program Taruna Mandiri. Disertasi. Tidak Diterbitkan. Bandung : PPS-UPI Bandung.


Jauchar, B. 2008. Pendekatan Pemerintah Kota Dalam Mengatasi Anak Jalanan Di Kota Samarinda (Implementasi Perda Kota Samarinda Nomor 16 Tahun 2002). Jurnal Spirit Publik ISSN. 1907 - 0489. Volume 4, Nomor 2 Edisi Oktober. Hal 153 - 168


Mangkoesapoetra, A.A. 2005. Pemberdayaan Anak Jalanan. Artikel.                      http://re-searchengines.com/0805arief5.html. Diupdate tanggal 29 Desember 2009


Mustofa. 2009. Dua Anak Jalanan Masuk Universitas Indonesia. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Bina Insan Mandiri. http://www.ui.ac.id/download/ kliping. Diupdate tanggal 11 Januari 2010.


Sanituti, S.  1999. Anak Jalanan di Jawa Timur (Masalah dan Upaya Penanganannya). Surabaya, Airlangga University Press.


Sudrajat, T. 2008.  Kekerasan Seksual Pada Anak Jalanan. Artikel. http://www.ykai. net/ index.php. Diupdate tanggal 11 Januari 2010

Suyanto, B. 2002. Permasalahan-permasalahan Strategis dalam Program Pemberdayaan Ekonomi Ketrakyatan. Makalah untuk Rapat Kerja Daerah Program Keluarga Berencana Nasional Tahun 2002 BKKBN Propinsi Jawa Timur, pada tanggal 13 Pebruari 2002 di Surabaya.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar